Ekosistem laut dalam memiliki perbedaan yang sangat besar dibandingkan ekosistem laut dangkal. Keadaan tersebut juga mempengaruhi biota laut dalam tersebut. Cahaya matahari hampir dikatakan tidak menembus laut dalam sehingga kondisi laut dalam tersebut gelap gulita dan dipastikan hampir tidak ada proses fotosintesis. Organisme yang hidup di perairan ini merupakan organism yang sangat hebat, karena dapat bertahan hidup dengan kadar oksigen yang sangat minim.
1. Tekanan Hidrostastik
Tekanan hidrostatik adalah berat kolom air yang biasa diukur dalam atmosfir (atm). Tekanan hidrostatik dapat digambarkan sebagai berikut:
P = r . g . z
Keterangan :
P = tekanan hidrostatik (tekanan/unit area)
R = densitas air (g/cm3)
g = percepatan gravitasi (980 cm/sec2)
z = kedalaman dibawah permukaan air (cm)
Tekanan hidrostastik menunjukan kisaran yang terbesar dari semua factor lingkungan laut dalam. Tiap kedalaman bertambah 10 meter akan mengakibatkan meningkatnya tekanan hidrostatik sebesar 1 atm. Karena laut dalam memiliki kedalaman berkisar antara beberapa ratus mete sampai lebih dari 10000 m (di palung – palung tertentu), tekanan hidrostatik berkisar antara 20 sampai lebih dari 1000 atm. Sebagian besar laut dalam bertekanan hidrostatik antara 200 sampai 600 atm. (Nybakken,1988 :133).
Pengaruh tekanan hidrostatik terhadap organisme – organisme laut dalam dapat disimpulkan dari beberapa percobaan terhadap suatu kelompok organisme bahari yang dapat dipertahankan setelah ditangkap di laut dalam yaitu bakteri laut dalam. Dari hasil percobaan yang dilakukan bahwa bakteri laut dalam berhenti tumbuh dan berkembang biak pada tekanan – tekanan hidrostatik yang rendah, dan aktif tumbuh dengan berkembang biak dengan baik pada tekanan – tekanan hidrostatik tinggi, sama dengan tekanan – tekanan hidrostataik pada habitatnya (Nybakken,1988 :133).
Penelitian dari Siebenaller dan Somero menunjukan bahwa perbedaan tekanan hidrostatik sebesar 100 atm atau bahkan lebih kecil, dapat mengubah sifat – sifat fungsional enzim – enzim – enzim yaitu dapat mengubah kemampuan enzim – enzim untuk mengikat substrat yang tepat dan merubah kecepatan reaksi pengikatan ini( Nybakken,1988 :135).
Penelitian bahkan telah membuktikan bahwa tekanan sangat mempengaruhi morfologi sel, termasuk kemampuan membentuk kumparan mitotic dan melangsungkan mitosis. Bukti – bukti yang diperoleh melalui berbagai percobaan membuktikan dengan menggunakan bermacam-macam hewan laut dalam sangat dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik dan bahwa tekanan hidrostastik mungkin sangat penting dalam menentukan pola distribusi hewan laut dalam( Nybakken,1988 :136).
2. Salinitas
Secara sederhana, salinitas diartikan sebagai jumlah dari seluruh garam-garam dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktik, sangat sukar untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Di laut dalam, salinitas umumnya seragam (35 ppm) pada daerah cold hydrocarbonseeps (hipersain = 40 permil).
Faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas :
- Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
- Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
- Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi
Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara konstan terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5° – 40° LU atau 23,5 - 40°LS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat tingginya aktifitas evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara tetap terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibat tingginya presipitasi (curah hujan).
3. Suhu
Menurut Nybakken (1988 :136), termoklin merupakan daerah dimana suhu air cepat berubah dengan berubahnya kedalaman laut ialah suatu daerah peralihan yang terletak antara masa air permukaan dengan masa air dalam. Tebal termoklin berkisar antara beberapa ratus meter sampai hampir 1 kilometer. Semakin dalam suhu semakin turun, tetapi laju perubahannya lebih lambat daripada daerah termoklin. Pada kedalaman 3000 – 4000 m, massa air dapat dikatakan isothermal Dengan kata lain suhu tidak berubah – ubah untuk jangka waktu yang panjang. (tidak terdapat perubahan – perubahan suhu musiman maupun tahunan).
Keadaan suhu air laut dipengaruhi oleh penetrasi cahaya yang mampu menembus kedalaman laut. Semakin dalam laut maka suhu semakin rendah karena ketidak mampuan penetrasi cahaya matahari hingga ke laut dalam. Di laut yang sangat dalam, suhu umumnya seragam dengan kisaran 1–30C (kecuali wilayah hydrothermal vents (lebih dari 80oC) dan cold hydrocarbon seeps (kurang dari 1oC)
4. Sirkulasi Air
Sirkulasi air di laut dalam Sangat lamban (kurang dari 5 cm/detik), tergantung pada bentuk dan topografi dasar laut. Sikulasi air dan ventilasi dalam palung sangat menentukan kadar oksigen di laut dalam.
5. Kadar Oksigen
Hal yang aneh pada kadar oksigen di laut dalam adalah adanya suatu zona oksigen minimum yang terletak antara kedalaman 500 m dan 1000 m. Di bawah maupun di atas zona ini, kadar oksigen lebih tinggi. Dalam zona oksigen minimum, kadar oksigen mungkin kurang dari 0,5ml/liter. Zona oksigen minimum terjadi di kedalaman antara 500 dan 1000 m, dimana pada kedalaman tersebut kepadatan organisme cukup tinggi. Di kedalaman kurang dari 500 m, kadar oksigen cukup tinggi sekalipun biomasa organisme tinggi, karena adanya cadangan oksigen dari atmosfer dan hasil samping fotosintesis fitoplankton ( Nybakken ,1988 :136)
6. Ketersediaan Sumber Makanan
Letak laut dalam yang jauh dari zona fotosintetik dan di dalamnya tidak berlangsung produksi primer, kecuali di daerah - daerah tertentu dimana terdapat bakteri kemiosmotik. Karena populasi organisme di lapisan atas laut dalam sangat padat, sangat kecil kemungkinan bahwa masih adanya makanan yang tenggelam hingga mencapai laut dalam. Langkanya pakan di laut dalam mungkin merupakan penyebab rendahnya kepadatan organisme penghuni laut dalam. Tanpa adanya energy dalam jumlah besar yang berasal dari pakan, tidak mungkin sejumlah besar organisme dapat bertahan hidup (Nybakken ,1988 :138)
Di laut dalam terdapat berbagai jenis sumber makanan antara lain :
1. Sumber makanan yang langsung dapat dimanfaatkan sebagai makanan a. bermacam organisme laut dalam yang menghabiskan masa awal hidupnya atau stadium
larvanya di zona fotik untuk kemudian bermigrasi di laut dalam dimana ia kan menjadi mangsa
para predator
b. mamalia bahari dan ikan mati yang tenggelam ke laut dalam dan sampai disana sebelum
dimakan seluruhnya oleh organisme – organisme penghuni zona – zona perairan di atas laut
dalam
2. Sumber makanan yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung ( baru bisa dimanfaatkan setelah
diuraikan oleh bakteri antara lain : sisa – sisa tubuh hewan dan tumbuhan ynag tidak tercernakan
(kitin, kayu, selulosa).
3. Sumber makanan yang potensia, Ialah bahan – bahan organik yang larut atau berbentuk koloid dan
bahan – bahan yang berasal dari plankton dan berbentuk gelatin. Dewasa ini belum diketahui
pentingnya bahan – bahan ini sebagai makanan.
Di laut dalam juga terdapat makhluk hidup yang tidak bergantung pada material organik terlarut sebagai makanan mereka. Jenis makhluk hidup tersebut hanya ditemukan di sekitar hydrothermal vent. Lubang hidrotermal, misalnya, adalah suatu habitat laut-dalam tempat menyemburnya cairanpanas dari habitat dasar laut. Semua ini ditemukan di pegunungan laut pertengahan tempat lempeng tektonik Bumi bercabang.
Sebagai contoh adalah hubungan simbiotik antara cacing tabung Riftia dengan bakteri kemosintetik. Kemosintesis yang mendukung kehidupan komunitas kompleks tersebut dapat ditemukan di sekitar hydrothermal vent. Komunitas ini adalah satu-satunya komunitas di planet ini yang tidak bergantung pada keberadaan cahaya matahari.
Demikian artikel mengenai karakteristik ekosistem laut dalam, semoga bermanfaat.
Demikian artikel mengenai karakteristik ekosistem laut dalam, semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar